Senin, 08 November 2010

Perubahan Iklim: Pemanasan Global dan Efek Rumah Kaca

Beberapa data terkait kondisi iklim dan cuaca pada saat ini sering menyebutkan bahwa Bumi telah menjadi lebih hangat sekitar 1˚F (0.5 ˚C) dari 100 tahun yang lalu. Tetapi mengapa dan bagaimana? Sebenarnya para pakar ilmu pengetahuan juga tidak tahu pasti. Bumi bisa saja menjadi hangat secara alami, tetapi banyak ahli iklim dunia yang percaya bahwa tindakan manusia telah membantu membuat Bumi menjadi lebih hangat. Iklim menggambarkan total cuaca yang terjadi selama satu periode tertentu dalam setahun di suatu tempat tertentu, termasuk didalamnya adalah kondisi cuaca rata-rata, musim (dingin, panas, semi, gugur, hujan, dan kemarau), dan gejala alam khusus (seperti tornado dan banjir).

Iklim memberitahu kita bagaimana tinggal di daerah tertentu. Bogor kota hujan, Jakarta panas, dan Bandung sejuk dan lainnya. Lalu apa yang membedakan iklim dan cuaca dan apa yang mempengaruhi iklim di bumi, secara singkat iklim bisa dikatakan sebagai rata-rata dari cuaca. Bedanya, memperkirakan cuaca untuk jangka waktu lebih dari beberapa hari relatif sangat sulit karena sifat ketidakpastiannya yang tinggi. Sebaliknya, memperkirakan perubahan iklim yang disebabkan oleh perubahan komposisi atmosfer atau faktor-faktor lainnya, secara umum, relatif bisa dilakukan, sedangkan yang mempengaruhi iklim di bumi sangat dipengaruhi oleh kesetimbangan panas di bumi. Aliran panas dalam sistem iklim di bumi bekerja karena adanya radiasi. Sumber utama radiasi di bumi adalah matahari. 

Gambar 1. Sistem Kesetimbangan Panas di Bumi
Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa dari seluruh radiasi matahari yang menuju ke permukaan bumi, sepertiganya dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh atmosfer dan oleh permukaan bumi. Pemantulan oleh atmosfer terjadi karena adanya awan dan partikel yang disebut aerosol. Keberadaan salju, es dan gurun memainkan peranan penting dalam memantulkan kembali radiasi matahari yang sampai di permukaan bumi. Dua pertiga radiasi yang tidak dipantulkan, besarnya sekitar 240 Watt/m2, diserap oleh permukaan bumi dan atmosfer. Untuk menjaga kesetimbangan panas, bumi memancarkan kembali panas yang diserap tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek. Sebagian radiasi gelombang pendek yang dipancarkan oleh bumi diserap oleh gas-gas tertentu di dalam atmosfer yang disebut gas rumah kaca. Selanjutnya gas rumah kaca meradiasikan kembali panas tersebut ke bumi. Mekanisme ini disebut efek rumah kaca. Efek rumah kaca inilah yang menyebabkan suhu bumi relatif hangat dengan rata-rata 14oC, tanpa efek rumah kaca suhu bumi hanya sekitar -19oC. Sebagian kecil panas yang ada di bumi, yang disebut panas laten, digunakan untuk menguapkan air. Panas laten ini dilepaskan kembali ketika uap air terkondensasi di awan. Beberapa kelompok gas rumah kaca penting adalah uap air (H2O), kemudian disusul oleh karbondioksida (CO2). Gas rumah kaca yang lain adalah methana (CH4), dinitro-oksida (N2O), ozone (O3) dan gas-gas lain dalam jumlah yang lebih kecil. Perubahan iklim ialah perubahan suhu, tekanan udara, angin, curah hujan, dan kelembaban sebagai akibat dari pemanasan global. Pemanasan global ialah meningkatnya temperatur rata-rata bumi sebagai akibat dari akumulasi panas di atmosfer yang disebabkan oleh Efek Rumah Kaca. Efek Rumah Kaca ialah fenomena menghangatnya bumi karena radiasi sinar matahari dari permukaan bumi dipantulkan kembali ke angkasa yang terperangkap oleh "selimut" dari gas-gas CO2 (karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS (hidrofluorokarbon), dan SF6 (sulfurheksafluorida). Hubungan Perubahan Iklim, Efek Rumah Kaca, dan Pemanasan Global adalah Efek Rumah Kaca menyebabkan terjadinya Pemanasan Global yang dapat menyebabkan Perubahan Iklim. Hubungan di antara ketiganya adalah hubungan sebab-akibat.
 
Perubahan Iklim dan Bencana Ekologis

Perubahan iklim global diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer bumi sebagai efek rumah kaca (greenhouse), kegiatan industri, pemanfaatan sumberdaya minyak bumi dan batubara, serta kebakaran hutan sebagai penyumbang emisi gas CO2 terbesar di dunia yang mengakibatkan perubahan pada lingkungan dan tataguna lahan (land use), karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang diterima dengan energi yang dilepaskan ke udara dan terjadi perubahan tatanan pada atmosfir sehingga dapat mempengaruhi siklus menjadi tidak seimbang di alam, akibatnya terjadi perubahan temperatur yang sangat signifikan di atmosfer. Pemanasan global berdampak pada perubahan iklim di dunia menjadi tidak stabil, apabila pemananasan global terus bertambah setiap tahunnya dapat menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap percepatan ancaman yang seperti badai siklon tropis, air pasang dan banjir, kenaikan temperatur ekstrim, tsunami, kekeringan dan El Nino yang dapat menimbulkan risiko bencana pada sistem ekologis. Bencana ekologis merupakan fenomena alam yang terjadi akibat adanya perubahan tatanan ekologi yang mengalami gangguan atas beberapa faktor yang saling mempengaruhi antara manusia, makluk hidup dan kondisi alam. Alam sebagai tempat tinggal dan segala sesuatu yang memberikan keseimbangan lingkungan, bencana ekologi sering terjadi akibat akumulasi krisis ekologi yang disebabkan oleh ketidakadilan dan gagalnya pengurusan alam yang mengakibatkan kolapsnya tata kehidupan manusia, kondisi ini juga dipercepat dengan dampak yang dilakukan oleh kegiatan manusia dalam mengelola lingkungan sehingga mempengaruhi pemanasan global di bumi yang berujung pada terjadinya bencana dimana-mana, pengaruh utama dari pemanasan global terhadap terjadinya bencana adalah perubahan suhu udara yang semakin meningkat sehingga mengakibatkan perubahan musim yang tidak seimbang dan memicu percepatan siklus geologi dan metereologi. Meningkatnya suhu udara dari waktu ke waktu rata-rata pertahun mencapai 1,4 – 5,8 derajat celcius hingga tahun 2100 yang dapat mempengaruhi kenaikan muka air laut mencapai 88 meter, pemanasan suhu global di udara memberi dampak terhadap keseimbangan energi dalam suatu wilayah hingga mengakibatkan kekeringan berkepanjangan, menurunnya produktifitas pertanian, rusaknya suatu ekosistem dan tatanan kehidupan manusia dalam jangka panjang. Badai siklon tropis merupakan fenomena badai yang terjadi akibat system tekanan udara rendah pada daerah tropis yang menjadi sebuah ancaman (hazard) yang dapat menimbulkan bencana, badai siklon tropis dapat menghancurkan wilayah yang dilewatinya memiliki diameter antara 20 – 150 kilometer, dan dapat mengakibatkan banjir akibat naiknya masa air dilaut dan di daratan yang terbawa oleh angin dengan kekuatan yang tinggi. Beberapa tahun terakhir banjir merupakan fenomena yang biasa terjadi di berbagai negara ada yang diakibatkan oleh rusaknya fungsi hutan sebagai pengatur siklus air, tata kelola lahan yang tidak baik, kondisi morfologi dan adanya air pasang laut, yang tidak mengenal batas wilayah dan waktu, hal ini dipengaruhi juga dengan kondisi cuaca yang tidak menentu dimana musim hujan tidak lagi pada siklusnya, siklus hidrologi menjadi tidak seimbang antara evaporasi, presipitasi, infiltrasi dan daya dukung lahan terhadap air permukaan, kondisi musim yang tidak stabil diakibatkan oleh adanya perubahan iklim global di bumi sehingga sulit untuk di prediksi secara pasti. Jumlah populasi yang sangat tinggi menjadi faktor-faktor penentu terjadinya bencana, perlu di ingat bahwa suatu ancaman (hazard) akan menjadi bencana apabila menimbulkan dampak yang sangat besar dan luas, yang mempengaruhi kehidupan dan penghidupan masyarakat serta aset-aset kehidupan yang ada meliputi manusia, fisik (infrastruktur), ekonomi, sosial budaya dan sumberdaya alam. Dampak yang terbesar akibat dari perubahan iklim di dunia adanya bencana El Nino, merupakan bencana kekeringan yang terjadi yang terjadi akibat meningkatnya suhu dari rata-rata suhu normalnya sehingga terjadi perubahan musim yang sangat signifikan, hal ini berdampak pada kondisi lahan dan mempengaruhi produktifitas pertanian untuk menghasilkan dapat berdampak pada rusaknya satu ekosistem, tatanan kehidupan manusia, dan kerusakan ekologi. Selain itu dapat mempengaruhi ketersediaan sumberdaya air baik yang ada di permukaan maupun yang ada di bawah permukaan, menjadi fenomena sosial ketika banyak terjadi kekeringan, berkurangnya daya tahan pangan dan hilangnya keberfungsiaan lahan. Bencana ekologi terjadi akibat adanya akumulasi dari seluruh rangkaian proses yang di akibatkan oleh pemanasan global di dunia.

Antisipasi Resiko Bencana

Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi akibat kolektifitas atas komponen ancaman (hazard) yaitu berbagai isu-isu pemanasan global yang mempengaruhi kondisi alam dan lingkungan, serta bagaimana tingkat kerentanan (vulnerability) suatu komunitas memiliki nilai yang sangat tinggi sehingga ada hubungan antara tiga faktor diatas untuk menjadi suatu bencana (Paripurno, 2000). Dalam konferensi dunia tentang pengurangan risiko bencana di jepang (World Confrence on Disaster Reduction, Kobe, Japan 2005), dengan mengacu pada United Framework Convention on Climate Changes (UNFCCC) bencana dan perubahan iklim menjadi isu utama karena memliki hubungan atas terjadinya berbagai bencana di dunia dan menghasilkan rencana aksi Hyogo (Hyogo Framework for Action 2005 - 20015), dari hasil konfrensi ini, pengurangan risiko bencana diimplementasikan sampai ke tingkat komunitas dimana setiap negara didorong untuk memiliki rencana aksi sebagai upaya peredaman risiko bencana. Selain itu upaya-upaya peredaman risiko bencana telah dilakukan dengan adanya Kyoto Protokol tahun 2005, sebagai kerangka kerja untuk setiap Negara-negara di dunia melakukan rencana aksi pengurangan perubahan iklim dan pengelolaan lingkungan untuk mengurangi dunia dari pemanasan global yang dapat mengakibatkan bencana ekologis. Bencana ekologis menjadi ancaman bagi setiap negara sehingga perlu adanya tindakan preventif dalam mereduksi risiko bencana yang akan ditimbulkan, perubahan iklim dalam waktu yang sangat lama tidak terbatas pada aspek-aspek iklim dan lingkungan, pengurangan emisi gas CO2 di udara menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan pengurangan dampak pemanasan global di dunia. Pencegahan dan pengelolaan lingkungan harus dimulai secara dini untuk menilai risiko dan kondisi alam yang tidak stabil terhadap ancaman bencana ekologis. Pengurangan risiko bencana meliputi tahapan sebelum bencana, saat bencana dan setelah bencana, pada tahapan sebelum bencana manajemen risiko dapat dilakukan dengan melakukan upaya-upaya pencegahan atau mitigasi, merupakan upaya terpadu yang dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana, mitigasi dapat dilakukan dengan penilaian risiko bencana berdasarkan atas analisa ancaman (hazard) yang diakibatkan perubahan iklim global, mengenal ancaman untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana, khususnya bencana ekologis, dari faktor-faktor di atas kemudian dilakukan penilaian terhadap kerentanan (vulnerability) dalam suatu komunitas untuk menerima dampak ancaman sehingga dapat mengetahui tingkat risiko bencana. Mitigasi dapat dilakukan dengan melakukan dua pendekatan antara lain pendekatan structural yang mengacu pada infrastruktur yang mendukung pengurangan pengaruh pemanasan global dan risiko bencana, serta pendekatan non struktural dengan pendekatan masyarakat sebagai perancang dan perencana suatu tindakan mitigasi bencana. Ancaman adalah sesuatu yang dapat mengkibatkan terjadinya bencana baik secara alamiah (natural disaster) maupun akibat ulah manusia itu sendiri (man-made disaster). Atas penilaian risiko bencana dapat dijadikan tolak ukur suatu rencana strategis dalam membangun suatu kesiapsiagaan dalam satu komunitas untuk menghadapi risiko bencana, sistem peringatan dini harus dimiliki sebagai tanda yang dapat memberikan informasi adanya ancaman risiko bencana. Risiko bencana merupakan hubungan antara komponen-komponen ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kemampuan (capacity) dalam mengelola ancaman. Semakin tinggi nilai ancaman dan nilai kerentanan maka risiko bencana semakin tinggi, untuk mengurangi risiko bencana perlu melakukan peningkatan nilai kerentanan (vulnerability) menjadi kapasitas (capacity) dengan melakukan penguatan kapasitas di dalam masyarakat dalam mengelola lingkungan, mengenal ancaman, mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya bencana dalam lingkungan (disaster ecology). Upaya kesiapsiagaan dapat dilakukan dengan melakukan suatu rencana aksi yang diimplementasikan dalam suatu kegiatan yang bertujuan untuk pengurangan risiko bencana. Rencana aksi harus meliputi upaya-upaya yang dilakukan untuk pengurangan laju perubahan iklim di setiap negara, meliputi 3 isu yang harus di perhatikan : (1) pengurangan risiko bencana; (2) perubahan iklim global dan (3) pembangunan berkelanjutan, yang menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan dalam mengelola ancaman bencana alam (natural disaster). Saat terjadinya bencana di suatu wilayah perlu dilakukan penanganan cepat (emergency response) untuk memberi jaminan keselamatan, kesehatan dan hak-hak dasar kepada seluruh komponen yang terlanda tanpa terkecuali, dalam masa krisis pemulihan cepat terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat harus dilakukan secara terencana dan terpadu sehingga dapat ditangani dengan cepat. Proses pemulihan (recovery) menjadi bagian dari upaya peredaman risiko bencana dimana dalam perencanaan suatu program pemulihan harus memiliki unsur-unsur terhadap pengurangan risiko bencana, berguna bagi keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan aman dari risiko bencana. Perubahan Iklim di Indonesia Indonesia mempunyai karakteristik khusus, baik dilihat dari posisi, maupun keberadaannya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik. Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut. 1.  Iklim Musim (Iklim Muson) Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan Oktober hingga April yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau. 2.  Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas) Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika. 3.  Iklim Laut Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi. Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang dilintasi oleh garis Khatulistiwa, sehingga dalam setahun matahari melintasi ekuator sebanyak dua kali. Matahari tepat berada di ekuator setiap tanggal 23 Maret dan 22 September. Sekitar April-September, matahari berada di utara ekuator dan pada Oktober-Maret matahari berada di selatan. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator, sebagian wilayah Indonesia mengalami musim kemarau, sedangkan saat matahari ada di selatan, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim penghujan. Unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di Indonesia adalah curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama. Diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal. Pola hujan tersebut dapat diuraikan berdasarkan pola masing-masing. Distribusi hujan bulanan dengan pola monsun adalah adanya satu kali hujan minimum. Hujan minimum terjadi saat monsun timur sedangkan saat monsun barat terjadi hujan yang berlimpah. Monsun timur terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus yaitu saat matahari berada di garis balik utara. Oleh karena matahari berada di garis balik utara maka udara di atas benua Asia mengalami pemanasan yang intensif sehingga Asia mengalami tekanan rendah. Berkebalikan dengan kondisi tersebut di belahan selatan tidak mengalami pemanasan intensif sehingga udara di atas benua Australia mengalami tekanan tinggi. Akibat perbedaan tekanan di kedua benua tersebut maka angin bertiup dari tekanan tinggi (Australia) ke tekanan rendah (Asia) yaitu udara bergerak di atas laut yang jaraknya pendek sehingga uap air yang dibawanyapun sedikit. Iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3 ˚C sejak 1900 dengan suhu tahun 1990an merupakan dekade terhangat dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat, hampir 1 ˚C di atas rata-rata tahun 1961-1990. Peningkatan kehangatan ini terjadi dalam semua musim di tahun itu. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di wilayah Indonesia di abad ini dengan pengurangan tertinggi terjadi selama perioda Desember- Febuari, yang merupakan musim terbasah dalam setahun. Curah hujan di beberapa bagian di Indonesia dipengaruhi kuat oleh kejadian El Nino dan kekeringan umumnya telah terjadi selama kejadian El Nino terakhir dalam tahun 1082/1983, 1986/1987 dan 1997/1998. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Mitigasi dalam kamus John M. Echols dan Hassan Shadily atinya pengurangan. Sedangkan adaptation atau adaptasi artinya penyesuaian diri. Kedua istilah ini menjadi penting karena menyangkut strategi menghadapi perubahan alam. Melalui mitigasi, usaha yang dapat dilakukan adalah mengurangi sebab pemanasan global dari sumbernya. Gunanya agar laju pemanasan itu melambat. Dan pada saat bersamaan, dapat dilakukan persiapan diri untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada. Sehingga diharapkan akan ditemukan suatu titik temu yang menjamin kelangsungan hidup manusia. Dalam skala kecil, mitigasi bisa berupa gerakan cinta lingkungan seperti pengelolaan sampah, bike to work, mengurangi penggunaan plastik, menggunakan AC yang non CFC, hemat energi dan lain sebagainya. Sedangkan beradaptasi dapat dilakukan dengan melakukan penataan lansekap lingkungan, penghijauan, menjaga daerah resapan, re-use, recycling dan lain-lain. 

Rika AR ( 08303244021 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar