Minggu, 17 Oktober 2010

Saat Udara Berselimut Panas

Apakah Anda merasakan panasnya udara beberapa hari belakangan ini? Jika iya, Anda tidak sendirian. Sebab, suhu udara di beberapa kota di catat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang mengalami peningka­tan yang tergolong nyata.
Suhu udara di Jakarta, pada beberapa hari belakangan tercatat sekitar 34°C. Sedang di Bogor tercatat juga mengalami peningkatan dari biasanya sekitar 32 ° C naik menjadi sekitar 33° C. Bahkan berdasarkan laporan suhu di Pekanbaru mencapai 35,5 °C, Medan sekitar 35 ° C. Kenaikan suhu udara juga terjadi di Sura­baya serta beberapa kota lain. Tak hanya di dalam neg­eri, peningkatan suhu udara juga terjadi di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Kementerian Kesehatan Ma­laysia menngingatkan kepada masyarakat akan terjadinya pen­ingkatan suhu udara yang men­capai sekitar 34° C. Masyarakat di Kuala Lumpur diminta untuk mengurangi aktifitas diluar ru­mah.
Peningkatan suhu udara Ini memang memiliki implikasi nyata dalam kehidupan masyarakat Panas yang menyengat mem­buat rasa tidak nyaman di dalam rumah akibat kelemba bab yang juga meningkat. Akibatnya, tidak sedikit warga masyarakat yang melengkapi rumah dengan kipas angin maupun AC.Seperti diungkapkan oleh Elektronic Marketer Club (EMQ, Irfan Suryanto, dalam kuartal pertama tahun 2010 peningka­tan penjualan AC mencapai 64,5 persen dari 209.828 unit menjadi 347.132 unit pada kuartal pertama tahun ini. "Bisa kita rasakan semua panasnya bumi belakangan ini. Ternyata efeknya ke peningkatan penjualan AC," ujar Iffan.
Hampir pada pusat penjualan AC maupun peralatan elektronik penyejuk ruangan lainnya tampak diserbu oleh pembeli. Antrian terjadi di tempat pembayaran. Seakan menangkap permintaan yang sedang meningkat sejumlah pusat penjualan malah memberi­kan berbagai insentif, baik berupa diskon maupun paket hadiah.Badan Meteorologi Klima­tologi Geofisika (BMKG) wilayah Bogor menyebutkan terjadinya peningkatan suhu udara di Bogor. Staf Analisa BMKG wilayah Bogor, Agus Theodory menyebutkan suhu maksimal di wilayah Bogor biasanya 32 °C kini menjadi 33 °C.
Suhu udara maksimum di Bogor meningkat dari 32 °C menjadi 33°C. Peningkatan terjadi disebabkan beberapa faktor, di­antaranya, karena matahari sudah meninggalkan equator, efek pe­manasan global juga disebabkan iklim udara setempat."Pemanasan juga disebabkan sifat angin terjadi saat ini berupa angin "calm" (tetap), suhu udara meningkat ditambah angin yang sifatnya menetap membuat suhu makin panas," jelasnya. Dia me­nyebutkan pada tanggal 2 hingga 4 April dan tanggal 22 suhu udara di Bogor pernah mencapai 34°C, kondisi ini dikategorikan ekstrim, karena menurunkan kelembaban udara di Bogor yang biasanya 60 persen manjadi 40 persen.
Meningkatnya suhu udara juga mempengaruhi sifat hujan yang turun, meski diprediksikan sifat dan curah hujan selama bulan Mei normal, namun karena suhu udara meningkat sifat hujan yang turun relatif singkat namun lebat. "Hujanyanya singkat tapi lebat, disertai angin kencang den­gan kecepatan diatas 25 knot dan biasanya diselingi petir," jelasnya.Sedang pakar Astronomi dari LAPAN, Thomas Djamaludin men­gungkapkan cuaca panas yang terasa mulai Maret hingga me­muncak pada Mei ini di sejumlah daerah di Indonesia disebabkan oleh bergesernya posisi matahari dari selatan ke utara, kata pakar astronomi.
"Pola pemanasan berubah. Wilayah paling panas ada di seki­tar khatulistiwa, di Indonesia. An­gin cenderung berputar di sekitarwihayah Indonesia. Tidak ada efek pendinginan dari wilayah lain," kata Thomas Djamaluddin. Dampak dari kondisi itu lah yang menyebabkan meningkatnya suhu udah di sejumlah wilayah di Indonesia belakangan ini.Menurut dia, saat pancaroba dari kemarau ke penghujan yakni pada September-Oktober pun akan menjadi bulan yang panas melebih saat kemarau, seperti juga saat pancaroba dari musim penghujan ke kemarau pada Maret-Mei. Selain itu, kondisi regional juga harus diperhatikan yang kadang memberi efek pen­guatan, ujarnya.
Saat awal April 2010 ada efek gabungan El Nino di Pasifik, Di-pole Mode di Lautan Hindia, dan siklus periodik MJO (Madden-Ju-lian Oscillation) aktif yang bersifat menekan pembentukan awan di wilayah Indonesia, ujarnya. "Efek gabungan itu cenderung men­gurangi liputan awan di wilayah Indonesia. Akibatnya pada siang hari kita merasakan panas yang sangat terik," katanya.Selain itu, ujarnya, ada juga dampak perubahan iklim lokal seperti perubahan tataguna lahan dan aktivitas manusia yang berdampak pada pemanasan kota misalnya pepohonan ban­yak ditebang berubah menjadi bangunan dan pelataran berlapis semen, maka permukaan bumi menyerap panas lebih efektif.
"Panas tersebut dipancar lagi ke atas sebagai gelombang panas inframerah. Sebagai fenomena sesaat, kita bisa merasakan per­bedaan panas di wilayah yang masih banyak pohonnya dan wilayah yang tanpa atau sedikit pohonnya," katanya. Ia menam­bahkan, bahwa pemanasan itu bukan hanya sesaat karena ada proses lanjutannya di mana pa­nas itu tersimpan.Sebenarnya pancaran gelombang panas itu bermanfaat menghangatkan bumi saat ma­tahari sudah terbenam, tetapi kar­ena bertambahnya gas karbond­ioksida (CO2) di udara perkotaan akibat kendaraan bermotor dan industri serta aktivitas manusia lainnya, maka lebih banyak panas yang ditahan. "Karbondioksida memang bersifat menyerap in­framerah yang berarti menahan panas. Akibatnya kota semakin panas," katanya.
Ia membantah berita yang dikirim secara berantai melalui pesan singkat mengenai matahari yang sedang pada titik terdekat dengan bumi sehingga men­ingkatkan suhu bumi sebesar empat derajat Peningkatan suhu udara belakangan ini tampaknya memang merupakan fenomena alam yang perlu diantisipasi.Terlebih lagi pemanasan udara ini masih akan berlang­sung dalam beberapa waktu ke depan. "Gelombang matahari langsung menyengat, ujar Soe-tamto, Kepala Bidang Informasi Perubahan Iklim Badan Meteo­rologi, Klimatologi, dan Geofisika. Bahkan menruut Soetamto, suhu udara panas ini akan berlangsung hingga bulan Mei mi.

Anie   08303244003